Jumat, 16 Maret 2012

Tugas artikel

Tantangan Baru Dunia Pendidikan

Sejak diterbitkannya surat edaran Dirjen Dikti bernomor 152/E/T/2012 mengenai publikasi karya ilmiah calaon sarjana S1, S2 dan S3, suka atau tidak calon mahasiswa sarjana atau program pasca sarjana wajib memublikasikan karya ilmiahnya di sebuah jurnal yang biasanya terdapat di setiap PTS atau PTN. Hal itu menimbulkan polemik pendapat, ada yang setuju dan ada yang tidak.
Niat baik dari Dirjen Dikti sebenarnya harus direspon fositif oleh setiap siswa dan PT karena ini memang untuk menubuhkan semangat intelektualisme di PT dan bagi siswa yang tentunya ditumjukan dengan bukti-bukti dan aktivitas menulis karya tulis di jurnal. Hal ini seperti yang diungkapkan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Djoko Santoso  yang dimuat situs berita Kompas, http://adukasi.kompas.com/ menjelaskan mengapa seluruh mahasiswa (S1, S2, S3) diwajibkan membuat dan memublikasikan karya ilmiahnya sebagai salah satu penentu kelulusan. Ini memang suatu tantangan yang besar yang harus mampu kita lewati selama menempuh pendidikan di PT. Mungkin ini salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Negara kita.
Dirjen Dikti mengeluarkan kebijakan tentang Publikasi Karya Ilmiah bukan tanpa sebab. Pasti ada sebab mengapa Dirjen Dikti sampai mengeluarkan kebijakan tersebut. Kita coba mengingat kembali isu terhangat sekarang yang bukan hanya mahasiswa saja, namun dosen, bahkan setingkat Guru Besar pun ada yang tersandung dengan praktek plagiarisme, yang sering dianggap “dosa besar” di dunia akademik.
Untuk menghindari plagiarisme maka dirjen dikti mengeluarkan kebijakan tersebut. Selain dengan publikasi karya ilmiah plagiarisme juga dapat di cegah dengan cara selain itu, diantaranya dengan menggunakan proses validasi secara elektronik ataupun dengan mengunggah makalah atau karya ilmiah tersebut ke dalam internet. Yang akhirnya publikpun bisa menelusuri secara elektronik, termasuk indikasi kemiripan atau praktek copy paste dari karya ilmiah dosen atau siswa.
    Prof Joniarto Parung berpendapat lain mengenai surat edaran Dirjen Dikti. Menurut dia, publikasi karya ilmiah memang bertujuan bagus, yakni mendongkrak karya ilmiah di kampus. Tapi, caranya dinilai kurang tepat. “Sangat reaktif,” ujarnya.
    Apalagi, tertulis jelas dalam surat edaran itu, salah satu yang dijadikan rujukan adalah kekalahan jumlah dari Malaysia, hanya sekitar sepertujuh. “Itukan hanya berfikir kuantitas . Semestinya tidak begitu,” imbuhnya.
    Dia menuturkan, ketentuan dalam jurnal ilmiah cukup berat. Terutama masalah reviewer. Setidaknya, untuk satu makalah yang dipublikasikan itu, butuh dua pakar yang jadi reviewer. “bukan hanya dosen pembimbing yang jadi reviewer,” tuturnya.
   Kendala dalam jurnal itu biasanya adalah masalah waktu. Sebab, pemuatan dalam jurnal ilmiah butuh waktu lama. Nah, bagi si mahasiswa, tentu masa studi bisa semakin molor. “bisa enam bulan sampai dua tahu,” kata profesor yang juga menjadi reviewer di jurnal internasional terbitan Emerald tersebut.
          Ketika kewajiban membuat makalah diberlakukan sebagai syarat kelulusan sarjana, saya menganggap terlalu berlebihan. Kalau untuk syarat Magister dan Doktor mungkin masih bisa diterima, asal pihak Dikti memberikan petunjuk teknis di lapangannya secara rinci, termasuk ketersediaan dan kesiapan jurnal ilmiahnya dengan jumlah yang bisa menampung ribuan makalah.
       Niat dan semangat saja tidak cukup. Apalagi niat dan stamina para petinggi tersebut harus didukung stamina dan semangat yang sama dari bawah juga. Ketika mayoritas kampus masih bergelut dengan persoalan lain, misalnya keterbatasan kualifikasi dosen dan kemampuan menyediakan sarana dan prasarana untuk publikasi mahasiswa, maka mahasiswa akan menjadi korban berikutnya dari kebijakan ini.
   Semoga ini bukan seperti pepatah, jangan karena ada hama tikus di rumah maka rumah itupun di bakar. Jangan pula karena rumah tetangga itu lebih bagus, keluarga sendiri disiksa. Namun apapun titah para petinggi pendidikan di pusat kekuasaan, semoga para insan pendidikan tidak patah semangat untuk mencerdaskan masyarakat dan memajukan negeri tercinta ini.
Daftar Pustaka





   




      




Tidak ada komentar:

Posting Komentar